Empat Pemimpin Disemayamkan di Desa Wonotirto

Warga menunjukkan tulisan Bupati Wiranatakusumah di pemakaman umum Dukuh Binangun, Desa Wonotiirto, Kecamatan Karanggayam, Kebumen. (43/SuaraMerdeka/Arif Widodo)

KARANGGAYAM(www.beritakebumen.info) - Empat pemimpin yang gigih menghadapi penjajah Belanda disemayamkan di Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam, Kebumen. Masing-masing yang tercatat di pusara itu, yakni Wiranatakusumah, Dipadrana, Kertadrana, dan Tumenggung Wirokerti.

Wiranatakusumah dan Tumenggung Wirokerti dikenal dari wilayah Jawa Barat yang dalam peperangan melawan Belanda bersembunyi di Desa Wonotirto hingga wafat. Bahkan Wiranatakusumah yang diketahui naik kuda dengan menghadap ke belakang saat menghadapi Belanda, dijuluki dengan pemimpin bodho (bodoh).

”Makam beliau (Wiranatakusumah-Red) juga berada di tengah-tengah makam umum Dukuh Binangun, Desa Wonotirto,” kata Palupi Eko Wati (46), salah satu keturunan yang masih memiliki silsilah sampai Wiranatakusumah itu.

Palupi mendapat kisah tersebut dari almarhum neneknya, Toliyah. Neneknya merupakan cucu dari Wiranatakusumah atau anak dari Kertawinangun. Menurutnya, Wiranatakusumah memiliki lima anak yang semuanya laki-laki.

Selain Kertawinangun juga terdapat anak yang bernama Sutawinangun, Wangsawinangun, Surawinangun, dan Kartawinangun. ìKeturunannya masih banyak yang ada di sini (Desa Wonotirto-Red),î imbuhnya. Suami Palupi, Romelan (49), merupakan keturunan dari Sutawinangun atau Hasan Ahmad.

Sutawinangun diketahui membangun Masjid Al Ahmad yang saat ini tengah direnovasi. Masyarakat setempat berswadaya untuk merenovasi masjid peninggalan Sutawinangun tersebut.

Mengenai empat makam pemimpin yang gigih menghadapi penjajah semasa kerajaan tersebut, kata Palupi, untuk makam Dipadrana dan Tumenggung Wirokerti kondisinya sudah hancur.

Adapun makam Kertadrana di Bukit Pakoh Desa Wonotirto dan makam Wiratakusumah masih ada. Bahkan untuk makam Wiranatakusumah telah dipugar pada tahun 1974.

Akses untuk menuju ke makam tersebut juga lumayan bagus. Namun untuk menuju ke Bukit Pakoh harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar satu kilometer. Di bukit tersebut menyimpan panorama yang indah.

Palupi pun kerap mengajak temantemannya dari luar kota untuk mengunjungi tempat tersebut. Tidak berselang lama kemudian, mereka datang kembali dengan jumlah yang banyak.

Palupi yang PNS dan sebelumnya menjabat sekretaris Desa Wonotirto itu berharap ada perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan potensi lokal menjadi tempat wisata. ìUntuk kondisi makam bersejarah yang telah hancur tersebut juga perlu diperbaiki.

Begitu juga makam yang masih ada, karena memiliki nilai historis serta memperkaya potensi Desa Wonotirto,î terang Palupi. Menurutnya, keberadaan empat makam pemimpin yang gigih melawan Belanda itu bisa dijadikan tempat wisata religi.

Terlebih, tokoh Kertadrana lekat dengan sejarah Kebumen saat masih bernama Panjer. Namun kisahnya jauh setelah Badranala yang menjadi pemimpin pertama di Panjer pada periode 1642 – 1657.

Pasalnya, kepemimpinan Badranala itu semasa kepemimpinan kepemimpinan Sultan Agung Hanyakra Kusuma (1613 – 1645). Adapun keberadaan Kertadrana, saat Panjer dipimpin oleh Kalapaking IV(1833 -1861).

Saat masa kepemimpinan Kalapaking IV itu, keberadaan Panjer dibumihanguskan oleh Belanda pada 1831, yang mengakibatkan penguasa Panjer saat itu, Kalapaking IV gugur.

Hingga kemudian, pada 1832, Panjer berubah menjadi Kebumen dengan Bupati Arungbinang IV yang mulai menjabat pada 1833. (Arif Widodo- 43 / suaramerdeka.com)



KIRIMKAN INFORMASI / TULISAN / OPINI / UNEK-UNEK ANDA KE:
admin@beritakebumen.info

Post a Comment

Silahkan Berkomentar yang Baik dan Bermanfaat!

أحدث أقدم