KEBUMEN (www.beritakebumen.info) - Kendati setelah puluhan tahun investasi jenitri di Kebumen, sudah mampu mendatangkan pemodal dari berbagai negara, ternyata masih belum mendapat tempat bagi Pemkab.
Sementara selama ini Pemkab Kebumen berkutat dengan investasi besar yang ternyata hasilnya masih saja gigit jari. Lohat saja investor pasir besi yang angkat kaki dari pesisir pantai selatan Kebumen.
Belakangan PT Semen Gombong yang melirik potensi sekitar kawasan kars Gombong Selatan urung beroperasi, menyusul tidak layaknya izin lingkungan. Padahal proses perizinannya sempat dilakukan pada tahun 1990-an dan kembali dilakukan tahun ini. Dan Pemkab masih saja berharap kedatangan investor yang mau menanamkan modalnya di Kebumen.
Menurut Koordinator Asosiasi Pengusaha Jenitri Kebumen (Aprik) Mustika Aji, harapan pemkab itu jangan sampai menunggu pepesan kosong. Mengingat, tanpa memperhatikan investasi yang berjalan selama ini, maka ibarat pepatah Jawa hanya Mburu Angen Ninggal Uceng (memburu angan-angan meninggalkan sesuatu yang ada).
Ditangkap Bupati
“Terlebih sejak lama Kebumen memiliki potensi investasi jenitri yang belum digarap pemerintah,” katanya.
Untuk diketahui, sejarah tata niaga komoditas jenitri di Kebumen sudah dikenal sejak masa Belanda. Investor yang berburu jenitri di kabupaten berslogan Beriman ini pun datang dari India dan Nepal. Mereka mengambil jenitri dari para pengepul secara tertutup. “Waktu itu kegunaan jenitri untuk apa belum jelas. Hanya tahunya menjual jenitri ukuran besar kecil dan per kilogram,” terang Mustika Aji yang warga Desa Karangjambu, Kecamatan Sruweng, Kebumen itu.
Untuk ukuran kecil yang dibayar per bijinya itu di bawah 12 mili. Sedangkan di atas 12 mili dihargai per kilogram. Harga saat itu per bijinya Rp 150, sedangkan per kilogram Rp 2.500. Kini, setelah bisnis jenitri di Kebumen sudah berjalan puluhan tahun, investor yang datang dari Nepal dan India semakin banyak.
Bahkan terdapat investor dari China, Jepang, dan Eropa yang datang langsung untuk membeli jenitri. Sehingga hotel-hotel di Kebumen pun selalu dipenuhi orang asing. Di era keterbukaan ini pun terkuak kegunaan jenitri yang harganya menggiurkan tersebut. Bahkan pengusaha jenitri meraup keuntungan lumayan dan para petani jenitri terangkat kesejahterannya. Peluang itu lantas ditangkap Bupati Yahya Fuad.
Bahkan dia memerintahkan Wakil Bupati Yazid Mahfudz untuk mengundang kantor imigrasi serta para pelaku usaha jenitri di Kebumen. “Ini memang perlu diatur karena orang asing yang datang tersebut membeli jenitri dengan uang cash ke petani,” tutur Bupati Fuad.
Dari bisnis jenitri tersebut, para petani mendadak punya mobil. Bahkan sudah ada yang inden lima mobil Fortuner. Sehingga dalam menangkap peluang investasi jenitri ini tidak hanya mburu angen ninggal uceng. (K5-32/suaramerdeka.com)
Sementara selama ini Pemkab Kebumen berkutat dengan investasi besar yang ternyata hasilnya masih saja gigit jari. Lohat saja investor pasir besi yang angkat kaki dari pesisir pantai selatan Kebumen.
Belakangan PT Semen Gombong yang melirik potensi sekitar kawasan kars Gombong Selatan urung beroperasi, menyusul tidak layaknya izin lingkungan. Padahal proses perizinannya sempat dilakukan pada tahun 1990-an dan kembali dilakukan tahun ini. Dan Pemkab masih saja berharap kedatangan investor yang mau menanamkan modalnya di Kebumen.
Menurut Koordinator Asosiasi Pengusaha Jenitri Kebumen (Aprik) Mustika Aji, harapan pemkab itu jangan sampai menunggu pepesan kosong. Mengingat, tanpa memperhatikan investasi yang berjalan selama ini, maka ibarat pepatah Jawa hanya Mburu Angen Ninggal Uceng (memburu angan-angan meninggalkan sesuatu yang ada).
Ditangkap Bupati
“Terlebih sejak lama Kebumen memiliki potensi investasi jenitri yang belum digarap pemerintah,” katanya.
Untuk diketahui, sejarah tata niaga komoditas jenitri di Kebumen sudah dikenal sejak masa Belanda. Investor yang berburu jenitri di kabupaten berslogan Beriman ini pun datang dari India dan Nepal. Mereka mengambil jenitri dari para pengepul secara tertutup. “Waktu itu kegunaan jenitri untuk apa belum jelas. Hanya tahunya menjual jenitri ukuran besar kecil dan per kilogram,” terang Mustika Aji yang warga Desa Karangjambu, Kecamatan Sruweng, Kebumen itu.
Untuk ukuran kecil yang dibayar per bijinya itu di bawah 12 mili. Sedangkan di atas 12 mili dihargai per kilogram. Harga saat itu per bijinya Rp 150, sedangkan per kilogram Rp 2.500. Kini, setelah bisnis jenitri di Kebumen sudah berjalan puluhan tahun, investor yang datang dari Nepal dan India semakin banyak.
Bahkan terdapat investor dari China, Jepang, dan Eropa yang datang langsung untuk membeli jenitri. Sehingga hotel-hotel di Kebumen pun selalu dipenuhi orang asing. Di era keterbukaan ini pun terkuak kegunaan jenitri yang harganya menggiurkan tersebut. Bahkan pengusaha jenitri meraup keuntungan lumayan dan para petani jenitri terangkat kesejahterannya. Peluang itu lantas ditangkap Bupati Yahya Fuad.
Bahkan dia memerintahkan Wakil Bupati Yazid Mahfudz untuk mengundang kantor imigrasi serta para pelaku usaha jenitri di Kebumen. “Ini memang perlu diatur karena orang asing yang datang tersebut membeli jenitri dengan uang cash ke petani,” tutur Bupati Fuad.
Dari bisnis jenitri tersebut, para petani mendadak punya mobil. Bahkan sudah ada yang inden lima mobil Fortuner. Sehingga dalam menangkap peluang investasi jenitri ini tidak hanya mburu angen ninggal uceng. (K5-32/suaramerdeka.com)
KIRIMKAN INFORMASI / TULISAN / OPINI / UNEK-UNEK ANDA KE:
admin@beritakebumen.info
Post a Comment
Silahkan Berkomentar yang Baik dan Bermanfaat!