KUTOWINANGUN (The Independent News) - Di tengah masyarakat yang kini beralih ke peralatan elektronik untuk memasak seperti rice cooker, perajain peralatan masak tradisional, masih tetap bertahan.
Salah satunya, perajin dandang di Desa Mrinen, Kecaamtan Kutowinangun, Kebumen, Mereka masih mendapatkan banyak pesanan.
Salah satu perajin dandang yang hingga saat ini masih eksis adalah Nuryorejo (58). Bapak enam anak telah memulai usaha sebagai perajin perabotan rumah tangga sejak tahun 1969. Awalnya, Nuryorejo juga membuat kompor minyak tanah. Namun setelah permerintah menerapkan kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji, dia pun fokus membuat dandang.
Ya, dandang merupakan peralatan dapur yang terbuat dari aluminium atau plat galvanis. Perabot ini biasanya digunakan untuk menank nasi dalam porsi besar. Selain itu bisa juga digunakan sebagai wadah kuah bagi pedagang bakso dan mie ayam.
"Meskipun produksi kompor gulung tikar, roda ekonomi harus terus berputar," ujar Nuryorejo kepada Suara Merdeka, kemarin.
Tidak hanya dandang, Nuryorejo juga sering menerima pesanan ceret (tempat minum) untuk pedagang angkringan, gembor atau alat menyiram tanaman dan peralatan dapur lain yang terbuat dari aluminium plat galvanis.
Adapun Nuryorejo merupakan satu-satunya perajin dandang yang masih eksis di Mrinen.
Kesulitan Tenaga
Untuk membuat dandang, sebagian besar masih menggunakan alat-alat sederhana. Seperti palu, gunting, dan bantalan besi. Dalam sehari, Nuryorejo mengaku minimal mampu menghasilkan dua dandang berbagai ukuran.
Sementara itu, harga dandang buatannya dipasarkan untuk kebumen dan sekitarnya seperti Purworejo, Wonosobo, Banyumas dan Cilacap. Mengenai harga, dandang produksinya, dijual bervariasi tergantung besarnya ukuran. Hingga tingkat konsumen dandang dijual mulai Rp 145.000 hingga Rp 300.000.
Sampai saat ini permintaan dandang masih lancar. Hanya saja, untuk meningkatkan produksinya, dia menghadapi kendala sulitnya mencari tenaga kerja. Sebab untuk membuat dandang perlu keterampilan khusus. Saat ini dia hanya dibantu oleh salah satu anaknya.
"Padahal beberapa pun dandang yang dibuat pasti laku terjual," imbuh kakek 10 cucu ini. (Supriyanto|suaramerdeka-gbr:kompas)
=============================================================
Untuk mendapatkan informasi terbaru, dan yang tidak terposting silahkan bergabung di FACEBOOK GRUP dan like FAN PAGE
Salah satunya, perajin dandang di Desa Mrinen, Kecaamtan Kutowinangun, Kebumen, Mereka masih mendapatkan banyak pesanan.
Salah satu perajin dandang yang hingga saat ini masih eksis adalah Nuryorejo (58). Bapak enam anak telah memulai usaha sebagai perajin perabotan rumah tangga sejak tahun 1969. Awalnya, Nuryorejo juga membuat kompor minyak tanah. Namun setelah permerintah menerapkan kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji, dia pun fokus membuat dandang.
Ya, dandang merupakan peralatan dapur yang terbuat dari aluminium atau plat galvanis. Perabot ini biasanya digunakan untuk menank nasi dalam porsi besar. Selain itu bisa juga digunakan sebagai wadah kuah bagi pedagang bakso dan mie ayam.
"Meskipun produksi kompor gulung tikar, roda ekonomi harus terus berputar," ujar Nuryorejo kepada Suara Merdeka, kemarin.
Tidak hanya dandang, Nuryorejo juga sering menerima pesanan ceret (tempat minum) untuk pedagang angkringan, gembor atau alat menyiram tanaman dan peralatan dapur lain yang terbuat dari aluminium plat galvanis.
Adapun Nuryorejo merupakan satu-satunya perajin dandang yang masih eksis di Mrinen.
Kesulitan Tenaga
Untuk membuat dandang, sebagian besar masih menggunakan alat-alat sederhana. Seperti palu, gunting, dan bantalan besi. Dalam sehari, Nuryorejo mengaku minimal mampu menghasilkan dua dandang berbagai ukuran.
Sementara itu, harga dandang buatannya dipasarkan untuk kebumen dan sekitarnya seperti Purworejo, Wonosobo, Banyumas dan Cilacap. Mengenai harga, dandang produksinya, dijual bervariasi tergantung besarnya ukuran. Hingga tingkat konsumen dandang dijual mulai Rp 145.000 hingga Rp 300.000.
Sampai saat ini permintaan dandang masih lancar. Hanya saja, untuk meningkatkan produksinya, dia menghadapi kendala sulitnya mencari tenaga kerja. Sebab untuk membuat dandang perlu keterampilan khusus. Saat ini dia hanya dibantu oleh salah satu anaknya.
"Padahal beberapa pun dandang yang dibuat pasti laku terjual," imbuh kakek 10 cucu ini. (Supriyanto|suaramerdeka-gbr:kompas)
=============================================================
Untuk mendapatkan informasi terbaru, dan yang tidak terposting silahkan bergabung di FACEBOOK GRUP dan like FAN PAGE
Post a Comment
Silahkan Berkomentar yang Baik dan Bermanfaat!