Para penambang pasir sedang beraktivitas melakukan penambangan |
KEBUMEN (www.beritakebumen.info) - Wilayah Kebumen sudah memasuki musim kemarau. Ketika musim kemarau, beberapa wilayah di Kebumen akan mengalami kekurangan air. Salah satunya bagi warga di pegunungan utara Kabupaten Kebumen merasakan dampak dari musim kemarau..
Tepatnya di Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, Kebumen, sumur-sumur warga sudah mulai mengering. Warga pun harus mulai menghemat pemakaian air bersih. Krisis air bersih sudah di depan mata. Setiap kemarau, desa-desa di Karangsambung selalu jadi langganan dropping air bersih oleh BPBD Kebumen karena kekeringan melanda.
Warga semakin kesulitan mendapatkan pasokan air bersih hingga musim kemarau berakhir. Terlebih wilayah perbukitan ini terbentuk dari batuan tua yang hanya sedikit menyerap air. Sumur-sumur milik warga hanya berkedalaman dangkal, sekitar lima meter. Lebih dari kedalaman itu, sumur susah digali karena kondisi batuan yang cukup keras.
"Di sini itu hanya lima meter kedalamannya, kalau mau digali lagi enggak bisa, karena batu," kata Adman, warga Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Rabu (4/7/2018).
Kekeringan lebih parah dialami warga yang berada di pinggiran sungai Luk Ulo. Setiap kemarau, warga di wilayah ini harus memperdalam sumurnya hingga dua meter.
Meski bukan jaminan, setelah diperdalam, sumur bisa memunculkan mata air untuk kebutuhan pemiliknya. Penambangan pasir yang semakin masif di sungai Luk Ulo diduga ikut memperparah kekeringan di desa-desa yang dilintasi sungai itu.
Dahulu, saat kondisi sungai Luk Ulo masih normal serta pasirnya melimpah, kata Adman, masyarakat tak sampai mengalami krisis air bersih separah kini.
"Sekarang sumur-sumur kalau kemarau diperdalam, yang tadinya lima meter jadi tujuh sampai delapan meter. Dulu waktu sungai masih normal enggak seperti ini," katanya.
Aktivitas penambangan yang membabibuta bukan hanya memicu kekeringan. Sungai memang menjanjikan kemakmuran bagi penambang.
Tetapi penduduk harus menderita, karena dampak eksploitasi itu semakin dirasakan. Sungai Luk Ulo enggan lagi bersahabat karena diperlakukan tak adil oleh masyarakat. Tak ada lagi pemandangan hamparan pasir yang melimpah sampai ke tepian layaknya dulu.
Hamparan pasir nan luas di sisi Sungai Luk Ulo itu jadi tempat favorit bagi anak-untuk bermain tempo dulu.
Dasar sungai pun kini semakin dalam karena materialnya terus diambil oleh tangan-tangan perkasa penambang. Tidak cukup cara manual, dengan bantuan mesin sedot, eksploitasi pasir semakin menggila.
Nyatanya, kata Adman, perubahan kondisi sungai telah memicu erosi yang parah. Lahan di sekitar sungai yang kebanyakan persawahan terus terkikis hingga tanah produktif tersebut lenyap. Anakan sungai Luk Ulo pun ikut terdampak. Arusnya semakin deras hingga dampak erosi di lahan milik warga meluas.
Tetapi untuk menghentikan aktivitas penambangan di Luk Ulo bukan hal mudah. Para penambang adalah warga desa setempat yang terpaksa melakoni pekerjaan itu demi mengisi perut. Yang bisa dilakukan selama ini oleh pemerintah desa adalah mengantisipasi dampak penambangan agar tak semakin parah.
"Pemerintah desa meminimalisasi dampak itu dengan menanam tebu di pinggiran sungai Luk Ulo," katanya.
Adapun para pemuda di Desa Karangsambung punya cara lain untuk menekan aktivitas penambangan. Aktivitas penambangan akan terus ada sepanjang tidak ada alternatif lapangan pekerjaan lain di desa.
Pemuda desa melihat ada potensi wisata yang bisa dikembangkan di wilayah Karangsambung. Bukit-bukit dengan pemandangan nan indah dipoles menjadi tempat wisata. Terlebih wilayah itu menyimpan batuan alam purba dengan karakteristik unik dan langka. Ada jejak lantai samudera di Karangsambung yang kini tersingkap di permukaan.
Di desa itu juga berdiri kampus Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang selalu diramaikan mahasiswa dan akademisi dari berbagai daerah yang ingin mempelajari ilmu kebumian. Dari beragam potensi yang ada, para pemuda membuka objek bukit Pentulu Indah. Dari puncak bukit itu, jejak lantai samudera di lembah Karangsambung yang terbentuk jutaan tahun lalu terlihat jelas.
Dengan hasil yang tidak kalah menjanjikan, Adman kini memilih pensiun dari profesi lamanya sebagai penambang. Dia merasa lebih nyaman menjadi pengelola wisata karena tidak berisiko terhadap kerusakan lingkungan.
"Wisata ini harapannya jadi solusi. Jika wisata maju, lapangan pekerjaan terbuka, warga tak perlu menambang," katanya.
Reporter : khoirul muzaki | Editor : - | Sumber : Tribunjateng.com
Post a Comment
Silahkan Berkomentar yang Baik dan Bermanfaat!