SEMPOR (www.beritakebumen.info) - Masjid Saka Tunggal merupakan salah satu bukti peninggalan sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Sesuai namanya, masjid tersebut diketahui hanya memiliki sebuah tiang atau saka dalam bahasa Jawa, yang berukuran 30x30 sentimeter (cm) dengan tinggi 4 meter.
Di ujung atas saka tersebut terdapat empat buah kayu melintang sebagai penyangga utama bangunan masjid tersebut. Sementara di tengah-tengah saka terdapat empat penahan untuk membantu menyangga kayu-kayu yang ada di atasnya.
Kayu yang digunakan sebagai saka merupakan kayu jati pilihan. Karena keunikannya tersebut, Masjid Saka Tunggal yang terletak di Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, kerap menjadi bahan penelitian dan riset dari instansi dan universitas di Indonesia.
Menurut Imam Masjid Saka Tunggal Muhammad Ja'far, sebuah tiang melambangkan keesaan Allah SWT sebagai sang pencipta alam semesta. Sedangkan dalam kaitannya dengan sejarah perjuangan, masjid itu merupakan simbol satu tekad untuk mengusir penjajah dari Indonesia.
Banyak versi mengenai sejarah berdirinya Masjid Saka Tunggal. Menurut Jafar, Masjid Saka Tunggal dibangun oleh Adipati Mangkuprojo sekitar 1719 Masehi. Dia merupakan keluarga Keraton Kartasura, Solo yang gigih melawan penjajah Belanda. Karena terdesak Adipati Mangkuprojo kemudian melarikan diri bergerilya di daerah Pekuncen dan membuat pesanggrahan yang bersifat sementara.
Selain bergerilya, Adipati Mangkuprojo juga giat menyiarkan agama Islam. Setelah pengikutnya banyak akhirnya Adipati Mangkuprojo mendirikan masjid Saka Tunggal. Awalnya atap masjid menggunakan daun bambu yang dianyam dan dindingnya menggunakan bambu.
Dalam perkembangannya atap daun bambu tersebut diganti dengan ijuk, tetapi dindingnya masih menggunakan bambu. Kurang lebih seabad kemudian ijuk tersebut diganti dengan genteng. Kemudian dinding bambu diganti dengan bangunan tembok pada 1922, dan baru direnovasi pada Juli 2005.
Masjid Saka Tunggal Pekuncen memiliki kaitan dengan keluarga Sumitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi Indonesia yang juga ayah dari Prabowo Subianto. Menurut cerita, nenek moyang Sumitro merupakan juru kunci (kuncen) makam Adipati Mangkuprojo yang terletak tak jauh dari Masjid Saka Tunggal. Itulah mengapa desa itu disebut Desa Pekuncen.
Karena ada ikatan tersebut, renovasi Masjid Saka Tunggal dilakukan oleh keluarga Sumitro Djojohadikusumo. Tidak mengherankan jika setiap bulan ruwah dalam penanggalan Islam, keluarga Sumitro Djoyohadikusumo pasti datang berziarah ke makam Adipati Mangkuprojo.
Sejak pertama kali didirikan, setidaknya sudah 10 kiai yang menjadi imam di masjid tersebut. Yaitu Kiai Maja, Kiai Langgeng Dipura, Kiai Madanom, Kiai Abdul Hamid, Kiai Moh Salim, Kiai Moh Ngasem, Kiai M Jafat, Kiai Moh Saeri, Kiai H Abu Jamhari dan sampai saat ini imam Masjid Saka Tunggal dipegang oleh M Jafar.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTHs4sa2WXcPIBPLODT3qJa9Mhc6ybYC5yuLuDG39T3TNpy3mncWSZkqasRPPzKIR6qBgJLBfvLy9IZJoiXVI85tJd_9hznPFALMCDbxUTRQf_16mN_p-EDQpSdK8sMvqUikoTei6Qai0/s1600/footer+bk.jpg)
Editor : Muhammad Saiful Hadi | Sumber : inews.id
Di ujung atas saka tersebut terdapat empat buah kayu melintang sebagai penyangga utama bangunan masjid tersebut. Sementara di tengah-tengah saka terdapat empat penahan untuk membantu menyangga kayu-kayu yang ada di atasnya.
Kayu yang digunakan sebagai saka merupakan kayu jati pilihan. Karena keunikannya tersebut, Masjid Saka Tunggal yang terletak di Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, kerap menjadi bahan penelitian dan riset dari instansi dan universitas di Indonesia.
Menurut Imam Masjid Saka Tunggal Muhammad Ja'far, sebuah tiang melambangkan keesaan Allah SWT sebagai sang pencipta alam semesta. Sedangkan dalam kaitannya dengan sejarah perjuangan, masjid itu merupakan simbol satu tekad untuk mengusir penjajah dari Indonesia.
Banyak versi mengenai sejarah berdirinya Masjid Saka Tunggal. Menurut Jafar, Masjid Saka Tunggal dibangun oleh Adipati Mangkuprojo sekitar 1719 Masehi. Dia merupakan keluarga Keraton Kartasura, Solo yang gigih melawan penjajah Belanda. Karena terdesak Adipati Mangkuprojo kemudian melarikan diri bergerilya di daerah Pekuncen dan membuat pesanggrahan yang bersifat sementara.
Selain bergerilya, Adipati Mangkuprojo juga giat menyiarkan agama Islam. Setelah pengikutnya banyak akhirnya Adipati Mangkuprojo mendirikan masjid Saka Tunggal. Awalnya atap masjid menggunakan daun bambu yang dianyam dan dindingnya menggunakan bambu.
Dalam perkembangannya atap daun bambu tersebut diganti dengan ijuk, tetapi dindingnya masih menggunakan bambu. Kurang lebih seabad kemudian ijuk tersebut diganti dengan genteng. Kemudian dinding bambu diganti dengan bangunan tembok pada 1922, dan baru direnovasi pada Juli 2005.
Masjid Saka Tunggal Pekuncen memiliki kaitan dengan keluarga Sumitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi Indonesia yang juga ayah dari Prabowo Subianto. Menurut cerita, nenek moyang Sumitro merupakan juru kunci (kuncen) makam Adipati Mangkuprojo yang terletak tak jauh dari Masjid Saka Tunggal. Itulah mengapa desa itu disebut Desa Pekuncen.
Karena ada ikatan tersebut, renovasi Masjid Saka Tunggal dilakukan oleh keluarga Sumitro Djojohadikusumo. Tidak mengherankan jika setiap bulan ruwah dalam penanggalan Islam, keluarga Sumitro Djoyohadikusumo pasti datang berziarah ke makam Adipati Mangkuprojo.
Sejak pertama kali didirikan, setidaknya sudah 10 kiai yang menjadi imam di masjid tersebut. Yaitu Kiai Maja, Kiai Langgeng Dipura, Kiai Madanom, Kiai Abdul Hamid, Kiai Moh Salim, Kiai Moh Ngasem, Kiai M Jafat, Kiai Moh Saeri, Kiai H Abu Jamhari dan sampai saat ini imam Masjid Saka Tunggal dipegang oleh M Jafar.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTHs4sa2WXcPIBPLODT3qJa9Mhc6ybYC5yuLuDG39T3TNpy3mncWSZkqasRPPzKIR6qBgJLBfvLy9IZJoiXVI85tJd_9hznPFALMCDbxUTRQf_16mN_p-EDQpSdK8sMvqUikoTei6Qai0/s1600/footer+bk.jpg)
Editor : Muhammad Saiful Hadi | Sumber : inews.id
إرسال تعليق
Silahkan Berkomentar yang Baik dan Bermanfaat!