SEMARANG (www.beritakebumen.info) - Anggota Komisi A DPRD Kebumen Dian Lestari menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap ijon proyek di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kebumen dalam APBD Perubahan 2016 dengan terdakwa Hartoyo, direktur PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA) di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (24/1). Dalam kesaksiannya, Dian menganggap pemberian fee atau komisi terhadap anggota DPRD Kabupaten Kebumen sebuah kewajaran. Hal itu kerap dikenal dengan dana pokok-pokok pikiran (Pokir).
“Dana pokir merupakan kesepakatan antara legislatif dan eksekutif di Kabupaten Kebumen, anggaran itu baru muncul di tahun 2016. Tujuannya untuk memuluskan proses penganggaran,” kata saksi Dian dihadapan ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang Sitoyo.
Saat ada perumusan anggaran, hal itu diatur semuanya oleh Sekda Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo, tersangka lain dalam perkara ini. Karenanya, proses penganggaran tidak gaduh dan tepat waktu.
Menurut dia, dana pokir itu ada di seluruh komisi di DPRD Kebumen. Kasus operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap ketua Komisi A DPRD Kebumen, Yudi Tri Hartanto, Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kebumen, Sigit Widodo, dan Adi Pandoyo sendiri mencuat karena rekan-rekannya di Komisi A iri dengan komisi lain yang telah mendapatkan dana tersebut.
Pihaknya mengaku mendengar terdakwa akan melaksanakan proyek pengadaan Teknologi Informasi Komputer (TIK). Oleh sebab itu, para anggota mendesak agar rekanan segera memberikan dana Pokir sesuai kesepakatan, yakni 10 persen dari kontrak proyek sebesar Rp 750 juta. Hakim Sitoyo pun mengingatkan bahwa perbuatan yang dilakukan anggota Dewan atas penerimaan dana Pokir itu keliru. Namun, saksi menjawabnya, dana itu diterimanya atas desakan rekan-rekannya.
“Memang (dana Pokir, red) tidak resmi dan tidak benar. Uang ini juga sebenarnya untuk cost politic (biaya politik, red) yang tak bisa saya jelaskan,” ungkapnya.
Saksi lain yang dihadirkan ialah Zaini Miftah, tak lain tim sukses Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad. Dalam kesaksiannya, ia membenarkan telah menerima jatah proyek dari bupati. Diakuinya, jatah proyek itu selanjutnya dijual ke terdakwa Hartoyo. Atas hal tersebut, ia menerima uang sebagai imbalannya Rp 15 juta. (Royce Wijaya/CN38/SM Network)
Sumber: suaramerdeka.com
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTHs4sa2WXcPIBPLODT3qJa9Mhc6ybYC5yuLuDG39T3TNpy3mncWSZkqasRPPzKIR6qBgJLBfvLy9IZJoiXVI85tJd_9hznPFALMCDbxUTRQf_16mN_p-EDQpSdK8sMvqUikoTei6Qai0/s1600/footer+bk.jpg)
“Dana pokir merupakan kesepakatan antara legislatif dan eksekutif di Kabupaten Kebumen, anggaran itu baru muncul di tahun 2016. Tujuannya untuk memuluskan proses penganggaran,” kata saksi Dian dihadapan ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang Sitoyo.
Saat ada perumusan anggaran, hal itu diatur semuanya oleh Sekda Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo, tersangka lain dalam perkara ini. Karenanya, proses penganggaran tidak gaduh dan tepat waktu.
Menurut dia, dana pokir itu ada di seluruh komisi di DPRD Kebumen. Kasus operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap ketua Komisi A DPRD Kebumen, Yudi Tri Hartanto, Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kebumen, Sigit Widodo, dan Adi Pandoyo sendiri mencuat karena rekan-rekannya di Komisi A iri dengan komisi lain yang telah mendapatkan dana tersebut.
Pihaknya mengaku mendengar terdakwa akan melaksanakan proyek pengadaan Teknologi Informasi Komputer (TIK). Oleh sebab itu, para anggota mendesak agar rekanan segera memberikan dana Pokir sesuai kesepakatan, yakni 10 persen dari kontrak proyek sebesar Rp 750 juta. Hakim Sitoyo pun mengingatkan bahwa perbuatan yang dilakukan anggota Dewan atas penerimaan dana Pokir itu keliru. Namun, saksi menjawabnya, dana itu diterimanya atas desakan rekan-rekannya.
“Memang (dana Pokir, red) tidak resmi dan tidak benar. Uang ini juga sebenarnya untuk cost politic (biaya politik, red) yang tak bisa saya jelaskan,” ungkapnya.
Saksi lain yang dihadirkan ialah Zaini Miftah, tak lain tim sukses Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad. Dalam kesaksiannya, ia membenarkan telah menerima jatah proyek dari bupati. Diakuinya, jatah proyek itu selanjutnya dijual ke terdakwa Hartoyo. Atas hal tersebut, ia menerima uang sebagai imbalannya Rp 15 juta. (Royce Wijaya/CN38/SM Network)
Sumber: suaramerdeka.com
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTHs4sa2WXcPIBPLODT3qJa9Mhc6ybYC5yuLuDG39T3TNpy3mncWSZkqasRPPzKIR6qBgJLBfvLy9IZJoiXVI85tJd_9hznPFALMCDbxUTRQf_16mN_p-EDQpSdK8sMvqUikoTei6Qai0/s1600/footer+bk.jpg)
KIRIMKAN INFORMASI / TULISAN / OPINI / UNEK-UNEK ANDA KE:
admin@beritakebumen.info
إرسال تعليق
Silahkan Berkomentar yang Baik dan Bermanfaat!